Jakarta, CNBC Indonesia – Per 1 Januari 2021, transaksi efek di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib mencetak dokumen Rp 10.000. Pajak materai tidak terbatas pada nilai nama yang diterima oleh investor.
Meterai ini menjadi tanggung jawab investor hingga anggota bursa (AB) diangkat sebagai pemungut cukai.
Menurut salah satu ketentuan dan penjelasan Printing Obligation Act, setiap akta perdagangan dikenai ‘materai’ Rp 10.000 per dokumen, tanpa batasan nilai nominal dokumen investasi yang diterima investor.
Abby, yang akan diangkat sebagai calon pemungut prangko, akan diminta untuk memungut pajak materai pada setiap TC yang diterbitkan, kemudian menyerahkannya ke kas negara dan melaporkan kegiatan pengumpulan dan penyetorannya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Wajib Pajak (SSP) dan / atau prosedur lainnya sesuai dengan ketentuan Direktorat Perpajakan.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Self Regulatory Authority (SRO) dan DJP akan terus mengoordinasikan ketentuan teknis dan penegakan peraturan perundang-undangan materai untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas investor ritel di pasar saat ini. Bertukar.
Kebijakan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 10 Oktober 2020 Nomor 10 tentang Materai.
Transaksi ini akan dibayarkan untuk setiap TC tanpa batasan nama yang diterima oleh investor sebagai dokumen transaksi penjaminan.
“Yang bertanggung jawab atas meterai di TC adalah penerima dokumen sesuai dengan ketentuan dan klausul Pasal 3, Nomor 2, Pasal 5, Pasal 8, Nomor 1, huruf B, dan Pasal 9 (1).” Dari bursa.
Penerapan undang-undang meterai tersebut diharapkan tidak menyurutkan minat investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Pengawas Pasar Modal Indonesia akan terus melakukan penyesuaian dan penyesuaian yang diperlukan untuk menciptakan pasar yang sistematis, adil dan efisien.
(hps / hps)
“Pencinta kopi. Kutu buku alkohol yang ramah hipster. Pecandu media sosial yang setia. Ahli bir. Perintis zombie seumur hidup.”