Pencari suaka harus melakukan perjalanan ke Rwanda
Kritik keras terhadap rencana Johnson untuk migran
17 April 2022, 17:30
Inggris ingin merelokasi para migran yang memasuki negara itu secara ilegal ke Rwanda. Bersamaan dengan PBB, aktivis hak asasi manusia dan pekerja pengungsi, Gereja Anglikan kini juga dihebohkan. Kesepakatan itu bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani dan bertentangan dengan kodrat Tuhan.
Gereja Anglikan telah menggunakan bahasa yang sangat keras untuk mengkritik rencana pemerintah Inggris untuk membawa migran yang memasuki negara itu secara ilegal ke Rwanda di masa depan. Kesepakatan yang dicapai antara kedua negara menimbulkan “pertanyaan etis yang serius”, kata Uskup Agung Canterbury Justin Welby. Inggris tidak boleh “mengalihdayakan tanggung jawabnya sebagai kontraktor”, tambah pemimpin agama Gereja Inggris dalam khotbah Paskahnya.
“Pengiriman” yang direncanakan dari mereka yang terkena dampak bertentangan dengan nilai-nilai Kristen, kata Welby. “Ini adalah kebalikan dari sifat Tuhan.” Kesepakatan Rwanda telah banyak dikritik oleh PBB, aktivis hak asasi manusia dan pekerja pengungsi. Kesepakatan kontroversial itu diumumkan oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan pemerintah di Kigali pada hari Kamis.
Oleh karena itu, Rwanda harus menyediakan pilihan tempat tinggal resmi bagi para migran dan pencari suaka. Setiap migran yang memasuki Inggris secara ilegal “sekarang dapat dipindahkan ke Rwanda”, kata Johnson. Negara Afrika Timur memiliki kapasitas untuk menampung “puluhan ribu orang di tahun-tahun mendatang”.
Johnson menyebut Rwanda “salah satu negara teraman di dunia” yang mendapat pengakuan global karena “menyambut dan mengintegrasikan” imigran. Namun, menurut para pengamat, situasi hak asasi manusia di negara Afrika Timur itu sama sekali tidak ideal.
“Komunikator. Pengusaha. Penggemar makanan yang sangat rendah hati. Ninja perjalanan. Penggemar bir seumur hidup.”