Jika gejala berlanjut, singkirkan pneumonia.
REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta – Dokter Spesialis Anak Profesor Sodjatmiko melarang ciuman pada bayi dan balita jika sedang pilek atau batuk. Larangan itu untuk melindungi anak-anak dan remaja dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur Radang paru-paru Selama epidemi CV-19 saat ini.
Bakteri, virus, jamur ada dimana-mana, jangan dengarkan anak-anak dan remaja jika suatu keluarga sedang flu.
Anda juga harus memakai masker dan mencuci tangan dan segera mencari pertolongan medis sebelum menyentuh bayi dan balita.
Ia mengatakan bahwa patogen penyebab pneumonia dapat masuk ke hidung dan saluran udara anak-anak dan merusak paru-paru mereka ketika sistem kekebalan mereka melemah. Sistem kekebalan yang kecil ini disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain merokok, debu di rumah, dan kerusakan saluran udara serta malnutrisi.
Belum lagi bayi Anda lahir dengan berat badan kurang, belum divaksinasi, menderita penyakit kronis dan terlambat berobat. Kondisi ini membuatnya berisiko meninggal akibat pneumonia.
Terkait gejalanya, dr Nastiti Kaswandani dari Unit Koordinasi Pernapasan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Indonesia (IDI) (UK) mengatakan ada beberapa gejala pneumonia. Ini termasuk demam, batuk dan kehilangan nafsu makan, yang sering disalahartikan sebagai pilek dan flu.
Selain gejala tersebut, korban mungkin mengeluh sesak napas, dan pernapasan lebih cepat dari biasanya. Demam bisa berlangsung selama 2-3 hari.
“Jika gejala terus berlanjut, pneumonia (demam) akan berlangsung selama 2-3 hari. Tanda penting lainnya bagi bayi adalah napasnya lebih cepat dari biasanya,” kata Nastiti.
Begitu gejala tersebut muncul, mereka segera membawa pasien ke rumah sakit dan menyarankan agar dia menyelamatkan nyawanya. Dari segi jumlah kasus, Indonesia Merupakan salah satu negara dengan kejadian pneumonia terendah pada tahun 2019 yaitu 153,00 kasus atau kurang dari 25.000 kasus dibandingkan tahun 2007. Sementara jumlah balita meningkat menjadi 314.000, atau menurun 24.000 sejak 2007.
Namun, Sodjatmiko memiliki angka kematian yang tinggi setiap tahunnya. Artinya, setelah sekitar 400-600 orang, pada 2017 melonjak menjadi 1.750 orang.
Faktanya, itu sekitar 1.750 pada tahun 2017 dan mungkin sebagian karena Covud-19. Pada tahun 2020, jumlah Covud-19 pada anak-anak lebih tinggi daripada di negara lain. Juni 2020 merupakan jumlah kematian ke-19 akibat pneumonia parsial pada anak-anak, terutama bayi dan balita, 19. kemungkinan pada balita akibat Covi-19.
Sementara itu, Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017, prevalensi kematian bayi balita adalah 15,5 persen. Dilihat dari penyebabnya, pemberian ASI tunggal belum tuntas yaitu hanya 54 persen, BBLR (10,2 persen), dan imunisasi lengkap (42,1 persen), pencemaran udara di area tertutup, dan kepadatan rumah tangga yang tinggi. .
Sumber: Antara
(function(d, s, id) { var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; if (d.getElementById(id)) return; js = d.createElement(s); js.id = id; js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/all.js#xfbml=1&appId=417808724973321&version=v2.8"; fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); }(document, 'script', 'facebook-jssdk'));
“Penggemar zombie yang bangga. Analis umum. Penggemar perjalanan. Pengusaha yang menyesal. Fanatik TV amatir.”